Modul 2
PRAKTIK PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA MURID
CGP KEEROM_WIJI SUSILOWATI
CGP KEEROM_WIJI SUSILOWATI
Modul 2 Pendidikan Guru Penggerak (PGP), diharapkan guru penggerak dapat menerapkan Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid dalam pembelajaran, dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan murid, penguatan sosial-emosional, coaching untuk supervisi akademik, refleksi yang bermakna, dan aksi nyata.Ā
Modul 2: Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid menekankan pentingnya strategi pengajaran yang memfokuskan pada kebutuhan, minat, dan potensi setiap murid melalui pembelajaran yang inklusif, partisipatif, dan mendukung perkembangan holistik.Ā
Sekolah sebagai Institusi Moral dan Bujukan Moral atau Dilema Etika
Sekolah memainkan peran penting tidak hanya sebagai lembaga pendidikan akademik, tetapi juga sebagai institusi moral yang membentuk perilaku, nilai-nilai, dan karakter peserta didik. Sebagai bagian dari masyarakat, sekolah harus mendorong nilai-nilai moral yang mendasar untuk menciptakan individu yang bertanggung jawab dan berintegritas. Namun, peran ini tidak selalu mudah karena sekolah sering dihadapkan pada dilema etika.
Pembentukan Karakter Siswa:
Sekolah bertanggung jawab untuk tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mengajarkan etika dan moralitas. Hal ini mencakup pengajaran nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, keadilan, dan disiplin.
Lingkungan yang Mendorong Moralitas:
Sekolah berfungsi sebagai tempat di mana siswa dapat belajar dan mempraktikkan perilaku moral. Ini berarti menciptakan budaya sekolah yang adil, terbuka, dan mendukung perkembangan karakter.
Peran Guru Sebagai Model Moral:
Guru sering kali menjadi teladan bagi siswa. Perilaku, sikap, dan keputusan yang diambil oleh guru di dalam maupun di luar kelas mencerminkan nilai-nilai moral yang ingin diajarkan kepada siswa.
Pengembangan Keterampilan Sosial dan Etika:
Selain akademik, sekolah juga mengajarkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, dan kemampuan berkomunikasi dengan etika. Keterampilan ini membantu siswa menghadapi dunia nyata dengan nilai-nilai moral yang kuat.
Nilai-nilai yang Diajarkan di Sekolah:
Kurikulum sekolah sering kali mencakup pendidikan moral dan kewarganegaraan. Mata pelajaran ini bertujuan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, yang menghormati hukum dan memiliki rasa tanggung jawab sosial.
Peraturan Sekolah Sebagai Panduan Moral:
Peraturan sekolah bertindak sebagai panduan moral, mengarahkan perilaku siswa dalam hal kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab. Siswa diajarkan untuk menghargai peraturan dan memahami konsekuensi dari tindakan mereka.
Membangun Budaya Positif:
Sekolah dapat berfungsi sebagai ābujukan moralā dengan menciptakan budaya yang menghargai kebaikan, menghormati sesama, dan mendorong saling peduli. Misalnya, budaya anti-bullying dan program pembelajaran sosial emosional dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan.
Namun, dalam proses pembentukan moral dan karakter, sekolah sering menghadapi dilema etika. Berikut adalah beberapa contoh umum:
Konflik Nilai Pribadi dan Nilai Sekolah:
Terkadang, nilai-nilai yang diajarkan di sekolah mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dibawa siswa dari rumah atau budaya tertentu. Misalnya, isu-isu terkait keanekaragaman gender, agama, atau pandangan politik dapat menimbulkan konflik antara nilai pribadi dan nilai yang ingin diterapkan oleh sekolah.
Penerapan Disiplin yang Adil:
Dilema etika muncul ketika sekolah harus memutuskan bagaimana menerapkan aturan disiplin secara adil. Apakah seorang siswa yang melanggar peraturan harus diberi hukuman yang sama dengan yang lain, atau perlu pertimbangan khusus seperti latar belakang sosial dan emosional siswa?
Kejujuran Akademik vs. Tekanan Prestasi:
Siswa mungkin menghadapi tekanan untuk berprestasi akademik yang tinggi, sehingga mereka mungkin tergoda untuk mencontek atau melakukan kecurangan akademik. Di sisi lain, guru dan sekolah harus menemukan cara untuk mengatasi masalah ini tanpa merusak semangat belajar siswa.
Keseimbangan Antara Otonomi Guru dan Aturan Sekolah:
Guru sering kali memiliki nilai-nilai pribadi yang mungkin tidak selalu sejalan dengan kebijakan atau aturan sekolah. Dilema etika muncul ketika guru harus memutuskan apakah akan mengikuti kebijakan sekolah atau mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai pribadi yang mereka pegang.
Kebijakan Inklusi dan Tantangan Sumber Daya:
Sekolah yang menerapkan kebijakan inklusi, yang menerima siswa dengan berbagai kebutuhan khusus, sering kali menghadapi dilema etika dalam hal penyediaan sumber daya dan perhatian yang memadai. Apakah sumber daya terbatas harus difokuskan pada kelompok siswa tertentu atau dibagi secara merata?
Refleksi Etis:
Guru dan pemimpin sekolah harus terlibat dalam refleksi etis ketika dihadapkan pada dilema etika. Ini berarti merenungkan konsekuensi dari setiap keputusan dan mempertimbangkan dampak moral bagi semua pihak yang terlibat.
Konsultasi dan Kolaborasi:
Dilema etika sering kali lebih baik diatasi melalui diskusi dengan rekan kerja, administrator, dan bahkan orang tua. Pendekatan kolaboratif membantu menemukan solusi yang lebih adil dan dapat diterima oleh semua pihak.
Keadilan dan Empati:
Prinsip keadilan dan empati harus selalu menjadi panduan dalam pengambilan keputusan etis. Memahami perspektif siswa, guru, dan orang tua dapat membantu pemimpin sekolah membuat keputusan yang lebih baik.
Pendidikan Etika untuk Guru dan Siswa:
Pendidikan etika tidak hanya penting untuk siswa tetapi juga untuk guru dan staf sekolah. Dengan pemahaman yang mendalam tentang etika, sekolah dapat meminimalisir konflik dan dilema dalam pengambilan keputusan sehari-hari.
Sekolah sebagai institusi moral memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan moral siswa. Namun, peran ini tidak terlepas dari tantangan berupa dilema etika yang memerlukan keputusan yang bijaksana dan berbasis nilai-nilai kebajikan. Dengan pendekatan reflektif, kolaboratif, dan empati, sekolah dapat mengatasi dilema etika sambil tetap berfungsi sebagai tempat yang mendorong pertumbuhan moral dan intelektual siswa.
Pembelajaran Sosial dan Emosional (Social and Emotional Learning/SEL) merupakan pendekatan yang penting dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional murid agar mereka dapat sukses di lingkungan akademik maupun sosial. Dalam konteks Pendidikan Guru Penggerak, pembelajaran ini dirancang untuk memperkuat kemampuan guru dalam mendukung perkembangan sosial dan emosional murid, sekaligus menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan berdaya.
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah proses dimana murid mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk:
Mengelola emosi: Memahami dan mengatur emosi dengan cara yang sehat dan konstruktif.
Menetapkan tujuan positif: Mampu menetapkan dan mencapai tujuan yang masuk akal dan positif.
Memperoleh keterampilan sosial: Membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan berempati dengan orang lain.
Mengambil keputusan yang bertanggung jawab: Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan dengan mempertimbangkan nilai dan dampaknya pada orang lain.
Menurut Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL), terdapat lima kompetensi inti dalam pembelajaran sosial dan emosional:
Kesadaran Diri (Self-awareness):
Memahami emosi, nilai, dan kekuatan diri, serta dampak dari sikap dan perilaku diri pada orang lain.
Guru Penggerak diharapkan membantu murid mengenali emosi mereka, baik dalam konteks akademik maupun kehidupan sehari-hari.
Pengelolaan Diri (Self-management):
Mengelola stres, mengontrol emosi, dan mengarahkan perilaku sesuai dengan tujuan pribadi.
Guru Penggerak mengajarkan murid bagaimana menghadapi tekanan akademik atau sosial dengan lebih tenang dan terstruktur.
Kesadaran Sosial (Social awareness):
Memahami dan menghormati perspektif orang lain, terutama dari latar belakang budaya yang berbeda.
Guru perlu menanamkan rasa empati dan kesadaran sosial, sehingga murid dapat menghargai keragaman di sekitar mereka.
Keterampilan Berhubungan (Relationship skills):
Membangun dan memelihara hubungan yang sehat melalui komunikasi yang efektif, kerjasama, dan penyelesaian konflik.
Guru Penggerak memfasilitasi murid dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi yang sehat dengan teman sekelas dan lingkungan sosial mereka.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible decision-making):
Membuat keputusan berdasarkan standar etika, keamanan, dan kesejahteraan orang lain, serta memperhitungkan konsekuensi dari setiap keputusan.
Guru membantu murid berpikir kritis tentang dampak dari tindakan mereka dan mendorong mereka untuk mengambil keputusan yang baik dalam berbagai situasi.
Pembelajaran sosial dan emosional sangat penting untuk mendukung perkembangan murid dalam aspek:
Akademik: Murid dengan keterampilan sosial dan emosional yang baik cenderung memiliki hasil akademik yang lebih baik karena mereka lebih mampu mengelola stres dan emosi yang sering kali memengaruhi performa belajar.
Kesejahteraan Pribadi: SEL membantu murid mengembangkan rasa percaya diri dan harga diri yang kuat, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.
Hubungan Sosial: Keterampilan sosial yang baik membantu murid membangun hubungan yang lebih sehat dengan teman sebaya, guru, dan orang tua.
Sebagai pemimpin pembelajaran, Guru Penggerak memegang peran sentral dalam menerapkan SEL di kelas. Beberapa peran penting yang dapat dilakukan oleh Guru Penggerak antara lain:
Menciptakan Lingkungan Belajar yang Aman dan Mendukung:
Guru Penggerak menciptakan suasana kelas yang aman secara emosional dan fisik, sehingga murid merasa nyaman untuk belajar, mengungkapkan perasaan, dan berinteraksi satu sama lain.
Memodelkan Keterampilan Sosial dan Emosional:
Guru Penggerak berperan sebagai teladan dalam menunjukkan keterampilan sosial dan emosional, seperti berempati, berkomunikasi dengan efektif, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai.
Mengintegrasikan SEL ke dalam Pembelajaran:
Pembelajaran sosial dan emosional dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dengan melibatkan murid dalam aktivitas kelompok, diskusi terbuka, dan refleksi diri.
Menggunakan Strategi Pembelajaran yang Mendukung SEL:
Strategi seperti diskusi kelompok, simulasi, role-play, dan pembelajaran berbasis proyek dapat membantu murid mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka.
Mengajarkan Pengelolaan Emosi:
Guru Penggerak dapat membantu murid mengenali dan mengelola emosi mereka melalui teknik-teknik seperti mindfulness, latihan pernapasan, atau pengaturan emosi secara kognitif.
Berikut beberapa langkah praktis yang dapat diambil oleh Guru Penggerak untuk mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional di kelas:
Memulai dengan Refleksi Diri:
Guru dapat memulai dengan mengajarkan murid cara mengenali perasaan mereka dan bagaimana perasaan tersebut mempengaruhi tindakan mereka. Latihan seperti jurnal refleksi dapat membantu dalam proses ini.
Mengelola Konflik secara Konstruktif:
Guru perlu mengajarkan murid keterampilan resolusi konflik, seperti mendengarkan dengan empati, memahami sudut pandang orang lain, dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Mendorong Kolaborasi dan Kerja Tim:
Pembelajaran kolaboratif melalui proyek kelompok dapat meningkatkan keterampilan sosial murid, seperti komunikasi, kepemimpinan, dan kerjasama.
Mengajarkan Mindfulness dan Relaksasi:
Latihan mindfulness, seperti meditasi singkat atau latihan pernapasan, dapat membantu murid mengelola stres dan meningkatkan konsentrasi.
Melakukan Refleksi Emosional Bersama:
Mengajak murid melakukan refleksi tentang situasi sosial dan emosional yang mereka alami di kelas, serta mendiskusikan cara-cara yang lebih baik untuk menangani situasi tersebut.
Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam implementasi SEL meliputi:
Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman: Tidak semua guru dan murid memahami pentingnya SEL, sehingga penerapannya bisa terkendala.
Keterbatasan Waktu: Guru mungkin merasa kesulitan mengalokasikan waktu untuk SEL di tengah jadwal akademik yang padat.
Perbedaan Latar Belakang Emosional Murid: Setiap murid datang dengan latar belakang yang berbeda dalam hal pengelolaan emosi, sehingga guru harus fleksibel dalam pendekatan yang digunakan.
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah komponen penting dalam Pendidikan Guru Penggerak yang bertujuan untuk mendukung perkembangan murid secara utuh. Dengan membekali murid dengan keterampilan sosial dan emosional yang baik, Guru Penggerak dapat membantu mereka menjadi individu yang lebih berdaya dalam menghadapi tantangan akademik dan sosial. Melalui implementasi yang konsisten dan pendekatan yang inklusif, SEL dapat memberikan dampak jangka panjang yang positif bagi kesejahteraan murid, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
Coaching untuk Supervisi Akademik adalah pendekatan penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui bimbingan yang diberikan oleh Guru Penggerak kepada rekan guru lainnya. Dalam konteks Pendidikan Guru Penggerak, coaching digunakan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan profesional guru, mendorong refleksi, serta memperkuat praktik pembelajaran yang berpihak pada murid.
Coaching dalam supervisi akademik adalah proses bimbingan yang melibatkan pendampingan, pemberian umpan balik konstruktif, dan pengembangan kapasitas guru untuk mengoptimalkan proses belajar-mengajar di kelas. Berbeda dengan supervisi konvensional yang cenderung bersifat evaluatif, coaching lebih berfokus pada kemitraan dan pengembangan profesional berkelanjutan.
Dalam praktik ini, Guru Penggerak bertindak sebagai coach yang memfasilitasi rekan guru untuk:
Mengidentifikasi tantangan pembelajaran yang dihadapi dalam praktik kelas.
Menyusun rencana pembelajaran yang lebih efektif berdasarkan refleksi dan umpan balik.
Mengembangkan keterampilan mengajar dengan pendekatan yang inovatif dan berpihak pada murid.
Tujuan utama coaching dalam konteks supervisi akademik meliputi:
Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui refleksi bersama antara coach (Guru Penggerak) dan coachee (guru lain).
Membantu guru mengembangkan keterampilan pedagogis yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan hasil belajar murid.
Menciptakan budaya belajar yang kolaboratif di sekolah, di mana guru saling mendukung dan berbagi praktik terbaik dalam pengajaran.
Memberdayakan guru agar lebih percaya diri dalam mengatasi berbagai tantangan pembelajaran.
Berikut adalah beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan dalam pelaksanaan coaching:
Kemitraan yang Sejajar:
Coaching dalam supervisi akademik dilakukan dalam suasana yang setara, di mana coach tidak bertindak sebagai pengawas, melainkan sebagai mitra yang mendukung pengembangan profesional coachee.
Berpusat pada Guru (Coachee):
Fokus coaching terletak pada kebutuhan dan tujuan pengembangan yang diinginkan oleh coachee. Ini berarti, coaching harus disesuaikan dengan konteks kelas, tantangan pembelajaran, dan gaya mengajar coachee.
Umpan Balik Konstruktif:
Umpan balik yang diberikan harus spesifik, fokus pada peningkatan, dan disampaikan secara konstruktif sehingga mendorong refleksi dan perbaikan oleh coachee.
Refleksi Kritis:
Coaching mendorong guru untuk melakukan refleksi kritis terhadap praktik mengajar mereka sendiri, serta mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.
Berbasis Solusi:
Coaching difokuskan pada penyelesaian masalah dan mencari solusi nyata untuk tantangan pembelajaran, daripada sekadar menunjukkan kekurangan.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diikuti dalam proses coaching untuk supervisi akademik:
Membangun Hubungan dan Menentukan Tujuan:
Tahap awal adalah membangun kepercayaan antara coach dan coachee. Kemudian, coach dan coachee berdiskusi untuk menetapkan tujuan yang spesifik dan relevan terkait pembelajaran.
Pengamatan Kelas (Classroom Observation):
Coach mengamati proses pembelajaran di kelas secara langsung atau melalui rekaman video. Pengamatan ini dilakukan untuk memahami konteks pembelajaran, gaya mengajar, dan interaksi antara guru dan murid.
Refleksi Bersama:
Setelah pengamatan, coach dan coachee melakukan refleksi bersama mengenai proses pembelajaran yang telah diamati. Coach mengajukan pertanyaan yang mendorong coachee untuk berpikir kritis tentang praktik pengajarannya.
Umpan Balik dan Diskusi:
Coach memberikan umpan balik yang konstruktif berdasarkan pengamatan, serta memberikan saran yang dapat membantu coachee dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya. Diskusi ini dilakukan dalam suasana yang mendukung dan non-judgemental.
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut:
Coach dan coachee bersama-sama menyusun rencana aksi untuk meningkatkan praktik pembelajaran. Rencana ini harus realistis dan spesifik, dengan langkah-langkah yang dapat diimplementasikan di kelas.
Tindak Lanjut dan Evaluasi:
Coach terus memantau perkembangan coachee, serta melakukan evaluasi terhadap hasil dari tindakan yang telah diambil. Coaching adalah proses yang berkelanjutan, sehingga tindak lanjut ini sangat penting untuk memastikan bahwa perubahan yang diinginkan tercapai.
Pengembangan Profesional Guru:
Melalui coaching, guru dapat mengembangkan kemampuan mereka secara berkelanjutan, memperbaiki metode pembelajaran, dan meningkatkan keterampilan pedagogis yang berpihak pada murid.
Menciptakan Budaya Kolaboratif:
Coaching mendorong terciptanya budaya kerja kolaboratif di antara para guru, di mana mereka saling mendukung dan berbagi pengalaman untuk mengatasi tantangan bersama.
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran:
Dengan bimbingan dan refleksi yang terstruktur, guru dapat meningkatkan efektivitas pengajaran mereka, yang pada akhirnya berdampak positif pada hasil belajar murid.
Membangun Kemandirian Guru:
Coaching membantu guru menjadi lebih mandiri dalam mengidentifikasi tantangan, mencari solusi, dan meningkatkan kualitas pengajaran secara proaktif.
Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam implementasi coaching di sekolah antara lain:
Waktu yang terbatas: Jadwal guru yang padat sering kali menjadi kendala untuk melaksanakan sesi coaching yang intensif.
Kurangnya Pemahaman Tentang Coaching: Tidak semua guru memiliki pemahaman yang baik tentang konsep coaching, sehingga mereka mungkin melihatnya sebagai evaluasi yang menekan.
Resistensi dari Guru: Beberapa guru mungkin merasa tidak nyaman atau enggan menerima coaching karena khawatir dinilai atau diawasi.
Coaching untuk Supervisi Akademik adalah pendekatan yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah melalui bimbingan yang bersifat kolaboratif. Guru Penggerak, sebagai coach, berperan penting dalam membantu rekan guru melakukan refleksi, menerima umpan balik, dan menyusun rencana pengembangan yang lebih efektif. Dengan memfokuskan pada kemitraan yang setara, coaching dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih baik dan berpihak pada murid, serta mendorong pengembangan profesional berkelanjutan di kalangan guru.
4o
šNote
Pembelajaran Fisika SMA ini dirancang sesuai dengan Modul Ajar selama 2 Semester di Tahun Pelajaran 2024/2025. Juga sebagai alternatif media pembelajaran yang digunakan untuk memudahkan murid dalam belajar dan pendidik dalam mengajar. Pembelajaran ini menggunakan fitur-fitur gratis dari Google Workspace for Education. Semoga Bermanfaat!